Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2022

ENTJ-INTP

After months wondering ENTJ personality around me, i finally get the answer. He is the man i dated for more than 2 years and flirted to each other also for 2 years. So, i'd know the person so well since 2013, and we got back together only few month in 2019. Hahaha I've been wondering how ENTJ in person, and would they work well with me as friend or lover? So, the answer is YES! Hahaha we'd been dating and flirting since 2013, since i was undergrad student, he walked with me through my worst moment and i walked with him through his hard times. I know how well he worked with me, pushed me to pursuing my dream, to get better job (before i got this job and took master degree), offered me his hand for help, loved my weirdness patiently (not that patient actually, he often complained, almost everyday wkwk), and we shared many things: love, dreams, stories, tears. Now i know why ENTJ called as 'sisi gelap' INTP, because in my unconciusness, we were look alike. In pursuing

Dont know

 Hi again! I think it is way better to write here than any other socmed. People will easily find and articulate the way they want. I know i am disappointed because things dont go the way i planned, but it's been a day and this morning moment still bothering me. I've been compromising and it was not easy, i told clearly what i want...i know, i can not get everything i want, but in exchange to just do what people want me to do, i have my own term. I'm so mad, and i know that my face was clearly said what exactly i wanted to say. I dont know what's wrong with me. I shouldnt be bother and mad just because that little case. But insted of telling it out load to make it clear that "I don't want to!" I take steps out and isolate myself, so my words wont hurts anyone. I know i would be harsh and means when i'm not in the good mood, and i would end up regretting it. That's why i took steps out. Stay away for awhile. I dont know myself. I dont know how to com

Thoughts

 Hi, again i think i wrote more frequent these days. It helped me to reduce my stresses, because i've been thinking all alone, about many things, and rarely say it out load. So, it was probably the reason why i get stressed easier before. Today, i had a bit deep talk with an old friend. We shared stories about our romance life. In my age, lot of friends already married and having baby. In other side, we're still single. It is not a big deal, actually. I sat on my chair and recalled my thoughts. When i was on the high school, i told my friend about plans to marry on my late 20s, while most of my friend said they would get married on 21 or 25 (at worst). Marriage never crossed my mind as a life goal. Dont wanna satisfied the society by getting married before 25, also. I was quite certain that i would be such independent woman when i grow up, so that simple thing like marriage would never bother me. And to be honest, i never planned to live longer than 27. I don't know why, bu

Diri Sendiri

Ada berapa banyak waktu kita buang untuk mencari satu, dua, tiga kehangatan meski akhirnya terbakar atau masih berselimut dingin Sebanyak langkah-langkah kita bergerak ke depan, meski akhirnya tak pergi kemana-mana, layaknya hari kemarin Sampai kita lelah berbuat apa-apa, tidak ingin menunggu atau berkelana dan diam saja, sendiri. Hanya diri sendiri Pagi masih sama seperti biasa kita bangun dari tempat yang berbeda memandang dunia dari sudut yang tak sama Burung-burung dara terbang di atap gedung raksasa sembari menundukkan kepala, menatap nyala dengan hati yang lapar Tak ada kasih sayang untuk diberikan bukankah kita adalah fakir yang mengais hiburan pada sisa-sisa malam

Inferior Fe dan Puisi

Aku selalu bilang, hanya ada dua alasan aku bisa menulis puisi. Pertama adalah patah hati, kedua adalah jatuh cinta. "Mengapa orang yang suka dengan puisi sepertimu tak bisa mengekspresikan emosi?" Sering kali orang menanyakan pertanyaan di atas padaku. Pertama, aku bukannya tidak bisa memahami emosi atau perasaan orang lain, aku hanya tidak tahu cara meresponnya. Aku punya empathy, mungkin tidak sedalam kebanyakan orang, tetapi aku paham ketika orang lain menangis atau bersedih, tetapi seringkali diliputi kebingungan bagaimana harus merespon. Kebanyakan, aku hanya duduk menemani dan mendengarkan. Kadang hanya menyodorkan tisssue atau membelikan makanan. Menangis juga butuh enerji, jadi yang bisa kulakukan hanya memastikan mereka tetap kuat. Di lain sisi, puisi membantu orang-orang yang kebingungan mengekspresikan emosi sepertiku. Orang-orang yang kesulitan memilih kata yang tepat agar tak menyinggung, atau tak terkesan blak-blakkan, atau tak terkesan lancang, seperti diriku,

Anak Kecil Dalam Tubuh Dewasa

Pernahkah pada akhirnya kalian sadar bahwa apa yang diyakini selama ini ternyata salah? dan itu membawa pemahaman tentang bagaimana kita pada akhirnya melihat diri kita. Hari ini atasanku dinas ke luar kota. Aku hanya sendirian di ruangan, temanku lain sedang salat Jum'at dan mereka yang perempuan sedang makan siang. Aku mengisi waktu denga melihat video di YouTube sebelum tiba-tiba terdengar suara pintu dari arah belakangku. Kulihat saja, tetapi gerakannya hilang dan pintunya kembali diam. Kuputar kembali tontonanku, lalu pintunya kembali berbunyi seperti ketika dibuka pelan sekali. Kulihat saja dan benar pintunya bergerak. Ketika itu tidak ada angin, karena semua jendela tertutup, dan jika pun ada angin dari arah lain di ujung pintu utama, pastilah amat kencang sehingga bisa kurasakan angin itu, tetapi sungguh tidak ada. Bukan itu sesjujurnya yang ingin kukatakan. Selama ini aku merasa bahwa ada sisi lain dari diriku yang merasa takut akan hal-hal metafisik yang tak bisa dijelask

Puisi Kemarin

  Tiga ketukan sebelum petikan gitar dan tanganmu masih menggantung di udara, merapal mantra dalam kepala akankah kau petik pada detik pertama lepas ketuk ketiga, atau pada detik kedua setelah menarik nafas dalam.   Kita menunggu dalam jeda waktu sebelum malam tiba, dan kita berdua harus kembali pulang.   Pernahkah kau bayangkan tiga ketukan yang masing-masing berjeda sedetik, untuk kita menahan nafas dan diam.   Apakah kau masih sama seperti dahulu? Meraih gitar dan menyayikan lagu untukku seraya bertanya bagaimana hariku. Apakah kau masih sama seperti saat itu? Memintaku menunggu untuk merapikan penampilanmu, sebelum...   Sambil menunggu ketukan terakhir, kupikirkan ulang mengapa kuambil langkah mundur di stasiun kereta. Bisakah kita bicara berdua kembali? Duduk di tepi danau dari kejauhan lampu-lampu kota, atau... makan dan tertawa di tempat-tempat biasa.   Kurapikan isi kepalaku dalam puisi yang masih berantakan sa