Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Mengantarkan Samudra

Siapa sangka, air samudra, yang tak pernah kau ketahui persis warna dan baunya, akan sampai di pelataran rumahmu sebagai hujan.    Berapa banyak yang    dilibatkan Tuhan    untuk mengirimkan    air di samudra    sampai di depanmu?    Di pelataran rumahmu. Evaporasi. Panas yang mengubah air menjadi uap yang naik ke langit. Berkumpul-gumpalkan mereka menjadi satu. Ditiup angin. Kondensasi. Diserapnya panas dari udara, yang membuat dingin, yang kau rasakan sesaat sebelum uap itu memekat Dan jatuh sebagau air. Tuban, 8 November 2017

Membagi kesedihan Dengan Hujan

Sudah berapa lama aku tidak menulis di sini? Barangkali cukup lama. Aku tidak menghitung. Aku kembali. Hari ini aku ingin membagi cerita sedih. Rasanya, cuaca mendukung untuk menuliskan kesedihan. Sore ini, aku mengunci diri di dalam kamar. Menenggelamkan diri bersama Salju milik Orhan Pamuk, sebelum kemudian Ibu mengetuk pintu kamarku tiga kali. Kulirik, jam menunjukkan pukul 15.15, kuduga ibu hendak mengingatkanku untuk menunaikan salat ashar. Tetap kubukakan dengan segera, meski aku sedang berhalangan. “Anak’e X gak onok. Ya Allah, kawit sak ulan nek sambat wetenge loro.” Ibu berkata dengan raut sedih. “Innalillahi wa innailaihi raji’un.” Perkataan ibu tentu mengejutkanku. X adalah saudara sepupuku. Usianya lebih muda. Kami terpaut antara 2 atau 3 tahun. Kami tidak begitu dekat, hanya sesekali bertegursapa saat bertemu dan ngobrol basa-basi. Semasa kecil, dia adalah teman bermainku. Aku turut bersedih untuknya. Aku bersama ibu pergi melawat. Di sana masih

Hamsun Datang Malam Ini

Di bawah sinar lampu paling terang di taman Rajekwesi, reading club kembali dilaksanakan kemarin. Ini adalah bagian dari upaya kami untuk mengubah fungsi taman kota yang semula digunakan muda-mudi untuk berkencan, menjadi tempat berbagai kegiatan positif, salah satunya adaah membaca. Seperti yang kujelaskan pada catatan-catatan sebelumnya, banyak orang lalu-lalang memandangi kami dengan sangsi. Tapi, tak mengapa. Hal ini lambat laun akan dianggap wajar jika dilakukan terus-menerus, malah mungkin, akan dicontoh oleh beberapa komunitas pembaca lain. Malam itu, ketika aku sampai, Mas Wisnu sudah lebih dulu di tempat. Dia sedang sibuk memikirkan design logo. Setelahku, datanglah Dinal, lalu Mas Risky. Dinal hanya mampir sebentar, lalu pergi. Kukira, ada suatu hal yang menjadi alasannya datang, tapi setelah dicari ternyata tak ada. Sebelumnya Nisa mengatakan akan datang, tapi tak kunjung sampai. Mungkin ada keterkaitan antara keduanya. Mungkin. Selepas Dinal pergi untuk bermain

Mengendalikan Lapar

Eka Kurniawan pernah menuliskan bahwa Lapar yang ditulis oleh Knut Hamsun adalah karya yang mendorongnya untuk menjadi penulis. Bukan hanya Eka Kurniawan, tapi penulis besar seperti Ernest Hemingway juga dikatakan terinspirasi dari buku tersebut. Dari situ, kami kemudian bertanya, “sebagus itukah Lapar yang ditulis oleh Hamsun?” Ini yang menjadi awal mula bagaimana kami memutuskan untuk membaca dan mengkaji Lapar. Kemarin adalah pertemuan ke-empat kami. Hanya ada sedikit partisipan di pertemuan minggu ini, karena sebagian lainnya sedang memiliki urusan lain. Ada Mas Risky yang sedang bertugas untuk meliput pertandingan Persibo di luar kota, Mas Jano yang sedang berkepentingan di Semarang, Mas Wisnu sedang sibuk mengerjakan sesuatu, dan beberapa yang lain memiliki urusannya sendiri. Tidak masalah, pembacaan buku tetap berlangsung dengan 5 orang yang hadir. Mas Tohir, Faizal, Aku, Mas Ikal, dan Mbak Vera. Mas Tohir, orang yang bertugas untuk membuka pembacaan buku di pertemu

Taman - Malam - dan Bacaan

Taman Rajekwesi malam kemarin lebih ramai dari biasanya. Banyak muda-mudi berkencan, dan pasangan suami-istri beserta anak menghabiskan malam minggu bersama. Dan di tengah suasana yang sedemikian rupa, kami memilih duduk bersama dan membaca. Orang-orang lalu-lalang memandangi kami dengan sangsi. Tapi, siapa juga yang peduli?  Di bawah cahaya lampu taman yang temaram, disaksikan bulan sabit yang tertutup gumpalan awan, kami duduk membentuk lingkaran. Ada sepuluh orang yang hadir dalam pembacaan buku malam itu. Beberapa di antaranya adalah orang-orang yang baru pertama kali bergabung dalam proses pembacaan buku Lapar karya Knut Hamsun. Kami mengulang kembali pembacaan pada halaman 19 atau lembar ketiga dalam kertas kopian. Sampai pada halaman itu, kami belum mendapati kesulitan apa-apa dalam pembacaan. Tidak ada kata aneh yang membutuhkan pembahasan mendalam. Paragraf pembuka di lembar ketiga itu masih berisi deskripsi tentang tokoh ‘Aku’ yang merasa lapar (meskipun tidak di