Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2016

"Genk Cacad" : 6. Mutan Terselubung

Liburan semester setelah UAS. Hal yang paling dinanti-nanti oleh mahasiswa. Taufan yang beberapa hari terhitung semenjak awal liburan mulai susah dihubungi. Entah sedang diculik Hansel dan Gretel atau penyihirnya. Ketika muncul kembali ke permukaan bumi, dia datang dengan ide liburan bersama. Dia menyudahi pertapaannya dan menemui Sono untuk membicarakan ide tersebut. “Jakarta?” Taufan berpikir. “Ojo ah, banjir. Kon onok ide tah Son?” Sono diam terlihat berpikir, kemudian mencomot sebuah krupuk di depannya. "Mmm,” dia bergumam, “Mmmm,” begitu seterusnya. Taufan tahu dia telah salah bertanya. “Jogja yaopo?” “Mmm … mmm,” hanya itu yang keluar dari mulut Sono. “Am em am em, tak antem kon! Sing jelas ngono loh, Son!” Taufan jengkel. “Ane ngikut,” Sono manggut-manggut sambil tertawa cekikikan. Di sisi lain, aku sendiri juga telah memikirkan ‘pensucian otak’. Tak muluk-muluk, cukup pergi ke rumah nenekku di desa. Aku sungguh merindukan suasana desa, kampung halaman

"Genk Cacad" : 5. Si Gendut dan Yang Lebih Gendut

Kupikir-pikir, ada 2 tempat sakral yang rajin sekali kami kunjungi. Perpustakaan kampus B dan kantin FIB. Urusan perut dan hiburan, baru kusadar hidup kami tak punya manfaat sama sekali. Kami hanya datang ke kampus, makan, dan mencari hiburan. Kemudian pulang ke peradaban masing-masing saat malam. Tidur. Hari ini, selesai kelas mata kuliah Ekonomi Politik, kami langsung menuju kantin FIB, tempat segala makanan murah nan lezat. Kantin sejuta umat dengan bau rokok dan berbagai macam keringat manusia. Tempat makan, diskusi, rapat, dan gathering bagi beberapa komplotan kampus. Urusan kami di sini hanya makan. Tidak lebih, tidak kurang. Kami bukan bagian penting dari suatu himpunan prodi, fakultas, maupun kampus. Hanya anak-anak yang sibuk memenuhi perut dengan makanan, lalu bertugas kembali menghadiri kuliah. Itu saja. Di sampingku, Sono, seperti biasa bingung memilih makanan. Raut mukanya yang sedang berpikir sungguh menjengkelkan. Itu karena pada akhirnya dia hampir selalu memilih

"Genk Cacad" : 4. Genk Perpus

Kelas Gerakan Sosial dan Politik adalah kelas gabungan antara mahasiswa Ilmu politik dan Hubungan Internasional, mungkin juga Administrasi Negara. Seperti biasa Taufan selalu datang terlambat. Rumahnya memang jauh dari peradaban manusia. Dia duduk di bangku belakang, sama seperti Sono. Meski begitu mereka masih memperhatikan Dosen yang mengajar. Aku sendiri duduk di bangku kedua dari depan. Kutinggalkan kebiasaan duduk   di bangku terdepan karena isunya horor. Dosen akan memakan mahasiswa yang duduk di bangku terdepan, mencabik-cabik jiwanya. Ah, tidak juga sih. Kutinggalkan kebiasaan itu karena tidak ada seorang teman pun yang mau duduk di baris terdepan bersamaku. Aku jadi mudah bosan tanpa teman bicara. Meski sudah duduk di barisan nomor dua, aku masih mengantuk. Aku tidur dengan segala resiko yang akan kutanggung. Pertama, aku bisa saja ketahuan oleh Dosen dan dikeluarkan dari kelas. Kedua dan yang paling kutakuti, aku bisa tertidur pulas dan terbangun dengan bekas merah di waj