Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Tidak Ada Jawaban

Malam itu Bana mengantarkan Laras ke stasiun Pasar Senen. Mereka masih punya satu jam sebelum kereta Laras berangkat pukul 23.15 nanti. Lalu, duduklah mereka memesan mie ayam dan baso di depan stasiun. Mereka menyantap mie yang dihidangkan. Laras tak berselera, karena mie yang dihidangkan tak direbus hingga matang. Hal itu terlihat dari mie yang masih berwarna kekuningan dan sedikit kaku. Bana yang lapar hanya menyantap, tidak peduli apakah rasanya enak atau tidak. Ini perkara lapar, yang konon membuat apapun yang dimakan, akan terasa nikmat. “Apa kamu harus pergi sekarang?” Tiba-tiba saja Bana menanyakan hal itu kembali. Pembicaraan ini sudah lebih dari yang ke-sepuluh kalinya, dan tentu saja Laras akan memberikan jawaban yang sama. Tetapi kali ini lain, Laras hanya melihat saja. “Kamu akan kembali minggu depan, kan?” secepatnya Bana memperbaiki pertanyaannya. “Ban?” “Ya?” “Kita sudah bicarakan hal ini ratusan kali.” Laras menatap mata sahabatnya dalam. “Aku butuh libu

Kaki Yang Berlari

Kau pasang kembali kakiku yang beratus tahun kau simpan dan tak pernah sekalipun kau ceritakan padaku "Baiklah, kau boleh berjalan," katamu. Kupasang dua kakiku sambil tersenyum padamu "Tapi, tunggu dulu." Ucapmu menghentikanku. "Kenakan juga kain rapat ini. Berjalanlah, tapi pelan saja! Berjalanlah, tapi dengan indah!" Masa bodoh dengan perkataanmu Kaki terpasang, pasung terlepas. Kami terlahir bebas, dan aku akan berlari sampai kau tak bisa mengejarku lagi.

Ia Bernama Rindu

Bolehkah aku menanam rindu di halaman rumahmu? Supaya lekas, ia tumbuh dengan makna Karena kau yang bertugas memupuknya Tapi bolehlah aku saja yang menyiraminya? Supaya kami bisa bebas bicara Tentang apa saja yang kau buat, kala aku tak ada Lalu, berdua kita nikmati udaranya sesekali memetik buahnya yang manis berguguran di atas tanah, di halaman Ia bernama rindu yang kurawat bersamamu

Pengukuhan Bajuri

Entah angin apa tiba-tiba Taufan dan Sono bisa berkomunikasi dengan baik. Mereka terlihat senang sekali, dan sejak kapan Rendy datang? Oh no , kurasa ini hari sialku. Entah mengapa, aku selalu merasa nasib buruk akan menimpaku jika ada Rendy. Rendy ini sejenis Taufan yang suka sekali berdebat, tapi bedanya logika Rendy ini tepat. Dia memancing emosi setiap lawan debatnya sehingga argumen lawan menjadi tidak lagi rasional karena dipengaruhi emosi. Aku? Ya, aku sering sekali kalah berdebat dengan Rendy. Tapi tidak juga, bukan kalah karena aku tak mengikuti alurnya. Kami hanya berpikir dengan pedoman yang berbeda. Tapi aku tetap tak suka dengannya. Meski begitu aku tetap memanggilnya ‘Bang’. Dalam beberapa hal, dia adalah teman diskusi yang baik. “Kon sik urip ta?” tanyaku sinis. “Kenal?” Jawab Rendy dengan tak kalah menjengkelkan. “Kon ngaliho po’o, Bang. Bosen aku ndelok wajahmu terus!” “Sek ta. Kenal ta?” Dia menjawab dengan santai, dan itu juga yang membuatku semakin ke

Genk Cacad : Four Brothers dan Rekrutmen Partai Anime

  Lama sekali sejak pertama kali kami mulai berkumpul secara rutin di Perpustakaan. Genk perpus, kami menamainya. Genk ini terdiri dari orang-orang dengan jenis dan tingkat kecacatan otak yang berbeda. Satu hal yang sama adalah kami semua merupakan mahasiswa Ilmu Politik. Di sisi lain, ketika menuliskan ini aku baru sadar, apa yang salah dengan Prodiku? Di sisi kananku ada Taufan yang sedang kami racuni anime Arakawa. Dia penasaran sekali setelah kami menamai ‘Manusia tiba-tiba’sebagai Arakawa. Di sisi kanan Taufan ada Sono, master dari segala master kehidupan cacat ini. Lalu di kanan Sono, yang juga di depanku, ada Dhimas dengan dunianya sendiri. Manusia yang tergila-gila dengan kekuatan beladiri. Konferensi meja kotak ini berlangsung dengan khidmat. Di sini juga, kami mengerjakan tugas Negara. Tugas yang membuat kami merasa sedikit penting bagi kehidupan berwarganegara. Kami membicarakan konspirasi politik, fenomena sosial, transaksi jabatan, korupsi, dan banyak hal yang

Pengejaran Mimpi

Salam, Saya sudah berjanji untuk menuliskan perjalanan saya ke kantor Tempo beberapa waktu lalu. Saya mulai cerita ini dari kerinduan saya akan diskusi dan berbagi pengetahuan yang baru seputar isu sosial. Sebagai orang dengan latar belakang ilmu sosial, sangat menyenangkan berbicara terkait masalah pemerintahan, gerakan sosial, kesenjangan dan pembangunan, serta hal-hal lain. Meski terkadang ada isu yang membuat saya pribadi ‘muak’, tapi saya dan teman-teman selalu, dengan sendirinya, menganalisa menggunakan pisau analisis yang kami punya. Singkatnya, saya rindu dikelilingi teman-teman yang bisa saya ajak berdiskusi. Saya rindu dengan informasi yang bisa saya dapatkan dari mereka lewat kajian, diskusi, dan forum lainnya. Saya rindu kehidupan saya yang seperti itu. Bekerja di Perbankan, saya menghabiskan waktu dari pagi hingga sore, bahkan malam, untuk bekerja. Saya bertemu orang-orang yang sama, melakukan pekerjaan yang sama, dan mendapat informasi yang sama. Tidak ada hal baru yang