Pengejaran Mimpi

Salam,
Saya sudah berjanji untuk menuliskan perjalanan saya ke kantor Tempo beberapa waktu lalu. Saya mulai cerita ini dari kerinduan saya akan diskusi dan berbagi pengetahuan yang baru seputar isu sosial. Sebagai orang dengan latar belakang ilmu sosial, sangat menyenangkan berbicara terkait masalah pemerintahan, gerakan sosial, kesenjangan dan pembangunan, serta hal-hal lain. Meski terkadang ada isu yang membuat saya pribadi ‘muak’, tapi saya dan teman-teman selalu, dengan sendirinya, menganalisa menggunakan pisau analisis yang kami punya. Singkatnya, saya rindu dikelilingi teman-teman yang bisa saya ajak berdiskusi. Saya rindu dengan informasi yang bisa saya dapatkan dari mereka lewat kajian, diskusi, dan forum lainnya. Saya rindu kehidupan saya yang seperti itu.
Bekerja di Perbankan, saya menghabiskan waktu dari pagi hingga sore, bahkan malam, untuk bekerja. Saya bertemu orang-orang yang sama, melakukan pekerjaan yang sama, dan mendapat informasi yang sama. Tidak ada hal baru yang saya lakukan. Jujur, saya jenuh sekali. Untuk itu, di akhir pekan, saya selalu menyibukkan diri untuk kegiatan yang saya sukai. Ini soal passion.
Perjalanan saya dimulai dari informasi yang dibagikan rekan satu organisasi. Informasi itu mengatakan bahwa Tempo sedang membuka perekrutan calon reporter. Saya, antara patah semangat karena seringkali diberi harapan palsu dan senang karena ada kesempatan, akhirnya memutuskan untuk mencoba. Keputusan itu tidak langsung datang. Saya butuh beberapa waktu untuk berpikir sebelum akhirnya mengatakan “Ya, saya harus mencoba lagi.”
Kurang dari satu minggu sebelum saya mendaftarkan diri, ada pesan masuk yang mengatakan bahwa saya diundang untuk mengikuti tes wawancara. Saya senang, tapi juga sedih. Kenapa selalu Jakarta? Sebagai orang yang bekerja dan tahu susahnya menghasilkan uang. Hal pertama yang muncul adalah soal biaya, tapi toh akhirnya saya tetap berangkat dengan mengorbankan keperluan-keperluan lain.
Saya berangkat bersama teman, Itis namanya. Dia kawan yang turut bersama saya membangun komunitas literasi di Bojonegoro. Sepanjang perjalanan, kami justru membicarakan sastra, komunitas kami ke depan, dan acara untuk rumah besar, Ngaostik. Kami menikmati perjalanan kami ke Jakarta dengan kereta. Sesampainya di stasiun Jatinegara, kami turun. Jam masih menunjukkan pukul 2 dini hari. Apa yang kami lakukan? Pertama kami mencari tempat yang nyaman untuk makan sahur. It is sudah menyiapkan perbekalan. Saya menyiapkan camilan. Kami makan sambil membenahi resume kami.
Jam 06.30, kami mencari kendaraan untuk sampai ke kantor Tempo. Sebisa mungkin kami harus mencari kendaraan paling murah. Akhirnya, kami memesan jasa lewat aplikasi online. Kami terkena macet dan lain sebagainya. Pukul delapan kami sampai di kantor Tempo. Itu Pertama kalinya buat saya dan Itis. Asal tahu, saya mendapatkan jadwal wawancara pukul 10.30, sedang Itis mendapatkan jadwal pukul 12.30. Kami punya banyak waktu sebelum diwawancarai. Tetapi, nasib baik bagi kami. Kami bisa melakukan wawancara tanpa harus menunggu jadwal. Semakin cepat, semakin bagus.
Setelah menyerahkan dokumen, kami mendapatkan nomor. Nomor saya dan Itis berurutan. Kami harus menunggu. Waktu itu saya sedikit grogi, tapi tetap mencoba tenang. Sembari menunggu, saya berkenalan dengan beberapa peserta lain. Itis dipanggil duluan, kemudian saya menyusul beberapa menit setelahnya.
Saya lupa tidak bertanya siapa nama orang yang mewawancarai saya. Pertama kami berjabat tangan dan beliau menyuruh saya menceritakan tentang diri saya. Saya tidak tahu kenapa, tapi sejak menulis resume, saya selalu menceritakan diri saya melalui nama. Saya jelaskan arti dari nama saya dan bagaimana saya memaknai nama itu. Nama saya adalah harapan dan doa dari orangtua. Chusnul dari kata husnul yang berarti terbaik, sedangkan Chotimmah dari kata khotimah yang berarti akhir. Akhir yang baik. Untuk mendapatkan akhir yang baik, berarti saya harus memiliki kehidupan (proses) yang baik. Saya jelaskan bagaimana saya memaknai kehidupan yang baik, dan bagaimana saya berusaha keras melakukannya. Singkat kata, apa yang sedang saya lakukan, proses saya mengejar mimpi, dan tes yang saya lakukan tersebut adalah bagian dari upaya saya mendapat Husnul Khotimah. Beliau bertanya kembali tentang banyak hal : pengalaman di dunia pers, pekerjaan reporter, dan ketertarikan saya pada jurnalistik.
Saya teringat pada peringatan ulangtahun Tempo tahun 2013. Saya dan teman diundang oleh senior kami yang menjadi wartawan tempo untuk menghadiri syukuran. Ada Pak Johan budi yang dulu masih aktif di KPK dan wartawan-wartawan senior lain. Ada satu wartawan, yang saya lupa siapa namanya, bercerita tentang pengalamannya mendapatkan informasi dari narasumber. Ada yang melakukan penyamaran untuk bertemu dengan narasumber, ada yang nekat menghadiri hajatan seorang pejabat untuk melakukan wawancara, dan banyak lainnya. Setelah mendengar cerita itu, saya menjadi sangat bersemangat, dan pada wawancara tersebut saya sampaikan kembali cerita yang membuat saya sangat bersemangat menjadi wartawan.
Perjalanan saya mengejar mimpi belum selesai. Masih ada beberapa tes yang harus saya jalani. Lewat postingan ini, saya juga meminta doa kawan-kawan pembaca untuk kelancaran saya mengejar mimpi. Doakan, ya. Terima kasih.
Saya akan menulis lagi setelah saya menjalani tes lain. Akan saya bagikan cerita tentang perjalanan saya.
Selamat malam, selamat beristirahat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Suara Angin Lewat

Kebebasan Semu dan Kesepian yang Nyata