Kala Itu, Cinta

Salam,
Untuk kedua kalinya di malam ini saya menulis. Kali ini saya ingin membahas topik yang sama namun berbeda. Menyaksikan seorang teman yang gugup hendak bertemu dengan sang pujaan, rasanya teringat ketika jatuh cinta (dulu). Cinta seperti apa? kali ini benar, tulisan ini membahas tentang cinta pada sesama manusia (?). Perasaan peduli kepada orang lain lebih dari diri sendiri, perasaan khawatir saat pujaan tak kunjung datang menemui, perasaan rindu saat tak berjumpa, perasaan sakit melihat deritanya, ya seperti itu kira-kira.

Saya ingat, dia adalah orang pertama yang membuat saya jatuh cinta, orang pertama sekaligus penyiksa yang luar biasa. Tak sekalipun saat bersamanya saya katakan bahwa saya cinta. Fase denial karena dia sama sekali bukan tipe ideal yang saya mimpikan. Bukan lelaki dengan kecerdasan diatas rata-rata, bukan pendiam yang menyimpan sejuta misteri, bukan lelaki dewasa yang bisa bersikap manis dan memperlakukan perempuan dengan baik. Dia jauh sekali dari itu. Tapi entah bagaimana, pikiran kosong selalu membuat saya memilih jalan melewati rumahnya. Tanpa sadar melintasi. Sedikit harapan bisa bertemu dengannya, sedikit harapan bisa bertukar makian dengannya. Tapi tidak! Saya selalu mengatakan itu selama bertahun-tahun. Fase denial sampai suatu ketika dia muncul di mimpi dan semua usaha untuk melupakan, menghindari, dan membohongi diri jikalau dia bukanlah apa-apa, dan bukan siapa-siapa, menjadi tak berhasil.

Hanya sebuah mimpi dan dada menjadi sesak, semua kenangan mengalir tanpa tahu bagaimana harus mengungkapkan, kepada siapa harus mengatakan, dan siapa saya merindukannya. Saya pernah sangat amat membenci perasaan tersebut, dan hingga saat ini. Tapi kemudian selalu mengingat perasaan bersama, berbagi  sampah (bukan arti yang sesungguhnya, hal yang tidak penting), dan bertukar makian. Saya masih tersenyum ketika mengingat bagaimana kami saling bertengkar untuk hal yang tidak penting, kemudian dengan segera berbaikan, dan pertengkaran kecil datang kembali, begitu seterusnya. Dia, bahkan suaranya kala menyebut nama saya kala itu, saya sangat hafal, dan suara itu kini berubah. Andai masa itu tidak pernah berakhir, saya ingin mengenang 'dia' sebagai remaja nakal yang menjahili saya dengan ide-ide gilanya. :)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Kebebasan Semu dan Kesepian yang Nyata

Suara Angin Lewat