Postingan

Catatan Lepas Perkopian Malam

 Sambil ngantuk semalam, saya mencoba menulis catatan sebelum tidur. Begini... Hari ini kami, aku dan beberapa temanku, merayakan ulang tahun salah satu dari kami. Pesta yang agak terlambat sejujurnya. Usianya 29tahun sekarang, sama sepertiku. Aku baru sadar bahwa ini adalah tahun terakhir aku menikmati masa 20an. Ketika SMA aku pernah menjawab suatu pertanyaan tentang pernikahan, bahwa aku ingin menikah di akhir usia 20an saja, di tengah hampir semua teman yang ingin menikah muda. Aku tidak tahu mengapa kubilang di akhir usia 20an kala itu. Mungkin hanya ingin memperlebar gap dan membuatnya tidak terlalu cepat dari teman-teman. Pikiranku soal konsep pernikahan yang ideal belum terbentuk kala itu, sehingga tidak memiliki harapan apa-apa, selain ketakutan bahwa nanti aku akan berhadapan seumur hidup dengan orang dan menghabiskan waktu yang amat panjang bersamanya.   Kembali pada usia 29 tadi. Sejujurnya, apakah aku berencana menikah tahun ini? Jawabannya adalah tidak ta...

Lampu Jalan dan Matahari Tenggelam

 Kau tahu, betapa menyenangkannya perjalanan sore. Kali pertama lampu-lampu di rumah penduduk dinyalakan...dan lampu di jalan yang berurutan menyala mengikuti perintah pemegang saklar. Sebuah rangkaian yang seolah ditujukan untuk satu maksud tertentu. Menerangi. Itu selalu mengingatkanku akan rumah nenekku di desa, tempat yang dulunya menyambutku dengan kenyamanan dan kehangatan. Fakta bahwa mengamati lampu-lampu dari kejauhan, dari atas kendaraan yang sedang melaju, membuatku diliputi melankolia, tapi juga memberikan perasaan lega. Seperti harapan-harapan yang menyala untuk mengusir kegelapan malam. Soothingly sad. Mungkin frasa itu yang cocok untuk menggambarkan kesenduan. Seperti kala berdiri di atas loteng rumah dan mengamati matahari yang perlahan tenggelam di ujung barat. Betapa dulu aku amat menikmati keberadaanku sendiri, tentu dengan pemikiranku yang sama sekali berbeda. Kadang aku merindukan masa-masa itu. Ingatan masa lalu yang sesaat lintas. Dulu tak terpikir, dengan si...

Get Back To Life

 Belakangan, aku sadar bahwa diriku tidak sedang baik-baik saja. Aku mulai sering merasa sendiri, sering merasa amat sedih, dan sering kebingungan bagaimana melewati hal-hal buruk yang terjadi padaku. Jadi, kutarik mundur ke belakang, apa yang mulai membuatku seperti ini? Aku ingin menyelamatkan diriku sendiri. Mungkin jauh lebih lama dari yang dapat kujelaskan, jauh lebih lama dari yang dapat kuperbaiki, tapi aku sadar keadaanku memburuk sejak aku memutuskan untuk pindah kos. Awalnya, segalanya terasa menyenangkan. Aku punya kebebasan yang tak kumiliki sebelumnya. Lama-lama aku sadar bahwa aku mulai membatasi interaksi dengan orang lain. Aku tak lagi bicara, selain hanya pada teman kantorku. Tak ada yang benar-benar kulihat dari dunia di luarku, selain jalan menuju kantor, jalanan yang sama yang kulewati setiap hari. Maka, kutemukan diriku terjebak pada rutinitas. Seperti robot yang telah di-set untuk berangkat dan pulang kerja. Bahkan, hal simple seperti makan, di mana setidaknya...

Segelas Es Teh di Tengah Udara Panas

 Di atas kereta yang masih bergerak cepat, aku berjalan menuju pintu keluar. Keretaku hendak sampai, dan aku berjalan mendekati pintu. Dari kaca kulihat laju kereta kencang, cepat sekali, seolah semua ditinggalkannya di belakang tanpa ragu. Kenyataannya, aku berdiri di situ, memadang keluar kaca, dan di dalam diriku ada rasa penasaran yang timbul-tenggelam, bagaimana rasanya melompat dari atas kereta? Meski begitu segera kuhentikan. Rasa penasaran itu hampir sama ketika aku melintas lorong dari 3 kantorku. Apa rasanya melompat dari ketinggian? Atau seperti ketika aku melintasi jembatan panjang sembari melihat sungai di bawah. Aku selalu membayangkan diriku jatuh. Atau di saat-saat tertentu, aku membayangkan diriku terluka, entah karena sebab apa. Hasrat untuk mengakhiri hidup kadang timbul sesekali, tapi selalu dengan segera kutenggelamkan. Kadang aku berpikir, apa yang tersisa dari hidup, yang membuatnya layak dijalani? Apa yang masih bisa kita harapkan dari hidup. Tiap hari aku k...

Things Will Get Better, So Hang in There

"If something is destined for you, never in million years will it be for somebody else." I do not know the real source for that sentence. Is it from Qur'an or Hadist, i do not know, but it is kind of famous quote, and i do believe in it. Many things happened, and it costs me lot of energy and emotion. As i wrote before, i made wrong decision, i did bad things to the person i just realize that i love him very much. I know that very well, if 'sorry' can not fix anything, as the way it used to be. But, i did my best. Anything i could. So, today, i dont think there's anything left for me to stay and wait. If he can never forgive me, may be i dont deserve forgiveness, and it's okay, i have punished myself with pain i've suffering all these time. I pay it cash. I do anything i can. ... But, dear me, you deserve happiness too. You did something wrong, and you apologize. You will learn from the mistake you made. No one deserve to walk through the pain for long...

Another Broken Heart

 By the time, we can afford pain more and more than how much we thought we could deal. It is life. Di tengah rasa lelah dan jenuh, saya mengambil keputusan gegabah. Saya tahu mungkin saya salah. Saya memutuskan hubungan sepihak melalui pesan WhatsApp. Saya begitu amat kesepian dan butuh dukungan, kala itu (dan hingga saat menuliskan ini). Dan di tengah ketidakhadirannya, saya bukan meminta, tapi justru memutuskannya. Pikir saya, meminta pun akan sama saja, karena yang lalu pernah terjadi. Tapi kemudian saya sadari, hati saya amat sakit. I really wanted him back, asked me what happened, asked me my situation, but he agreed. It's been bothering me so. I asked him, how was his feeling, wished he said something nice to me, to make me back, but no, he didn't. So, i asked him back. I begged, but he said sorry. All the night i played a song he sang for me "wish you were here" by Pink Floyd, and it give me more and more pain. I don't know what i'm feeling right now. I...

It's About Finding

Dulu, seringkali saya membayangkan pacaran/pernikahan yang paling ideal. Yang begini, yang begitu. Saya pernah cerita ke salah satu teman, setelah membaca buku atau melihat film X, saya pengen punya pacar yang seorang seniman. Bahwa mungkin, kami akan bisa membuat karya bersama. Bahwa mungkin, saya akan dilukis, atau dia menginspirasi saya untuk menulis. Sempat juga terpikir bahwa mungkin menyenangkan jika punya pasangan yang juga punya kegemaran yang sama. Sama-sama suka baca novel fiksi, sama-sama suka nulis (meski tulisan saya tidak bagus) dan kami menghabiskan waktu bersama membaca sambil saling senderan punggung. Silence that we might enjoy so much, and words can never describe the joy of reading books together. I enjoy the time reading book alone, but then wanted to share those precious time to the one i loved, and that might be the best time in my life. Finding the one we can share silence with. Tapi semuanya salah. Hal baru yang saya pelajari adalah bukan soal apa prof...