Lampu Jalan dan Matahari Tenggelam

 Kau tahu, betapa menyenangkannya perjalanan sore. Kali pertama lampu-lampu di rumah penduduk dinyalakan...dan lampu di jalan yang berurutan menyala mengikuti perintah pemegang saklar. Sebuah rangkaian yang seolah ditujukan untuk satu maksud tertentu. Menerangi. Itu selalu mengingatkanku akan rumah nenekku di desa, tempat yang dulunya menyambutku dengan kenyamanan dan kehangatan.


Fakta bahwa mengamati lampu-lampu dari kejauhan, dari atas kendaraan yang sedang melaju, membuatku diliputi melankolia, tapi juga memberikan perasaan lega. Seperti harapan-harapan yang menyala untuk mengusir kegelapan malam. Soothingly sad. Mungkin frasa itu yang cocok untuk menggambarkan kesenduan. Seperti kala berdiri di atas loteng rumah dan mengamati matahari yang perlahan tenggelam di ujung barat.


Betapa dulu aku amat menikmati keberadaanku sendiri, tentu dengan pemikiranku yang sama sekali berbeda. Kadang aku merindukan masa-masa itu. Ingatan masa lalu yang sesaat lintas. Dulu tak terpikir, dengan siapa aku akan membaginya, karena kehadiranku saja sudah cukup memuaskan bagiku. Aku merasa lengkap. Kesombongan itu, kepercayaan diri itu...entah kemana perginya. Entah apa yang mengusirnya jauh dan mengerdilkan diriku saat ini.


Apa pun, tapi perasaan dapat kembali menyaksikan dan menikmatinya membuatku lega. Aku sendiri tak tahu kenapa itu membuatku lega dan ingin menuliskan ini semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Suara Angin Lewat

Sesekali Dalam Sehari