Segelas Es Teh di Tengah Udara Panas

 Di atas kereta yang masih bergerak cepat, aku berjalan menuju pintu keluar. Keretaku hendak sampai, dan aku berjalan mendekati pintu. Dari kaca kulihat laju kereta kencang, cepat sekali, seolah semua ditinggalkannya di belakang tanpa ragu. Kenyataannya, aku berdiri di situ, memadang keluar kaca, dan di dalam diriku ada rasa penasaran yang timbul-tenggelam, bagaimana rasanya melompat dari atas kereta? Meski begitu segera kuhentikan.

Rasa penasaran itu hampir sama ketika aku melintas lorong dari 3 kantorku. Apa rasanya melompat dari ketinggian? Atau seperti ketika aku melintasi jembatan panjang sembari melihat sungai di bawah. Aku selalu membayangkan diriku jatuh. Atau di saat-saat tertentu, aku membayangkan diriku terluka, entah karena sebab apa. Hasrat untuk mengakhiri hidup kadang timbul sesekali, tapi selalu dengan segera kutenggelamkan.

Kadang aku berpikir, apa yang tersisa dari hidup, yang membuatnya layak dijalani? Apa yang masih bisa kita harapkan dari hidup. Tiap hari aku kembali ke kamar kos. Hanya ada kamarku yang berantakan dan penuh tumpukkan buku. Mungkin buku yang bisa menghiburku. Tapi kemudian kulihat tumpukkan pakaian kotor di kamar mandi, baju-baju bersih yang belum terlipat, handuk yang tergeletak di kasur dan piring yang belum tercuci di wastafel...kulihat lagi hidupku, dan kurenungkan apa yang kulakukan seharian saat libur. Aku hanya ingin tidur, lama sekali, tanpa terbangun.

Tidak ada keinginan untuk sekadar keluar kamar atau menyapa tetangga kos. Hidup macam apa yang kujalani selama ini? What did i do to my life? Kadang kala bukan perkara besar, hanya deadline atau patah hati untuk ke sekian kali. Tapi, aku sudah amat di ujung batas pertahananku.

Kadang, aku sadar dan ingin minta pertolongan, tapi selalu tak ada siapa-siapa lagi. Tiap kali, pulang menjadi sesuatu yang amat asing. Aku benar-benar ingin pulang, ke hati yang bisa menyambutku dengan kehangatan. Barangkali hidupku terlanjur beku. Tak pernah ada siapapun, dan tidur selalu menjadi pengobatan, meski ketika bangun segala hal tak menjadi baik-baik saja. Aku bahkan lupa bagaimana keadaan baik-baik saja itu.

Kuyakinkan diriku sendiri bahwa aku ingin lulus. Setidaknya ada yang kuinginkan di dalam hidup, yang membuatnya masih layak dijalani. Tapi sampai kapan tipuan ini berhasil?




Gelas es teh dan bulir-bulir

embun di luaran

satu-dua titik menggeliat

menuruni kaca

menyisakan lingkar basah,

dingin merambat dan pelan,

menyusup, menyatu


Segelas es teh, tiga ribu rupiah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Sesekali Dalam Sehari

Suara Angin Lewat