Jangan Jatuh Cinta Kalau Tak Siap Jatuh

Salam,
Pagi ini, kamis 30 Agustus 2017, saya berniat menulis. Tulisan ini ringan, tentang pacaran. Terinspirasi dari teman saya yang baru saja putus cinta.
Baiklah, saya sejujurnya tidak punya tips apapun untuk membantu orang-orang yang baru putus cinta untuk menyembuhkan luka. Perkara sembuh itu butuh waktu dan prosesnya macam-macam. Hal yang bisa saya lakukan hanya mendengarkan apa saja yang dikatakan. Mau nangis, mau marah, mau mengutuk, memaki atau apapun, ya sebagai orang yang bertelinga saya dengarkan saja. Masalahnya kalau saya sendiri sudah jengah, sudah muak, ya, saya abaikan. Selesai. (Itu yang kadang membuat teman malas curhat ke saya)

Tapi, apa sih yang ingin saya tulis hari ini?
Ya, soal putus cinta. Nasehat saya cuma satu, yaitu biarkan. Kalau mau nangis, ya monggo. Mau teriak-teriak, ya monggo. Mau apapunlah selama tidak berdampak merugikan bagi orang lain. Saya tahu, putus cinta itu sakit. Ya, meskipun tidak berpengalaman, tapi memang sakit. Proses penyembuhan tiap orang beda-beda. Ada yang butuh waktu lama, ada yang butuh waktu sebentar. Ada yang bisa menghadapi dengan tenang, ada yang butuh bantuan. Semua tidak apa-apa. Masalahnya, kalau kalian putus karena pertengkaran, satu sama lain saling marahan. Ya, mbok, tolong, tetap dikontrol.

Luka itu pasti akan menemukan jalan sembuh. Entah berapa lama. Bagian yang penting adalah bagaimana kamu mengendalikan bola panas agar tidak semakin membesar dan merembet ke hal yang sebetulnya tidak perlu.

Pertama, tidak perlu update status soal kejelekan pasangan. Ngertio, dia itu orang yang sudah kamu pilih untuk bersamamu, ya, meskipun sudah lalu. Langkah untuk putus, setelah kamu mengetahui keburukan, jika itu adalah hal yang terbaik, maka itu sudah cukup. Kalau ternyata putus disebabkan oleh kekerasan, maka laporkan. Ada banyak lembaga yang akan membantu. Jika tidak tahu, tanya teman atau googling. Tapi, apa yang kamu dapat dengan curhat di sosial media soal keburukan pasangan (yang saya yakin sudah dibumbui entah sedikit merica atau boncabe)? Rasa iba? Cercaan dari orang yang tidak terima? Pertengkaran yang lebih sengit dengan pasangan, eh, mantan? Itu yang kamu mau? Hadeuh. *geleng kepala. Orang bijak bilang, tentu bukan saya, bahwa jangan melakukan apapun jika sedang marah. Jangan mengatakan apapun yang akan kalian sesali seumur hidup. Saya pernah melakukan itu, dan memintakan maaf untuk kekhilafan itu, hingga saat ini, susahnya minta ampun. Jadi, saran saya, jangan sekali-kali memaki, memukul, atau apapun yang akan kalian sesali.

Kedua, saran ini mungkin sudah banyak kalian dengar atau baca. Jangan mencari pelampiasan dengan menjalin hubungan baru dengan cepat. Duhai, kaum-kaum patah hati. Jika hatimu patah, apa itu membuatmu memiliki hak untuk mematahkan hati orang lain? Tidak, Kan? Sudah. Sembuh saja dulu. Berada dalam suatu hubungan toh tidak se-keren itu, hingga harus cepat-cepat menemukan pengganti. Dalam masa-masa sendiri, tentu seusai putus cinta, mungkin kalian akan menemukan kenikmatan dalam kesendirian.

Tidak ada saran ketiga, sebab saya hanya punya dua dan sudah saya berikan. Sudah, kalau sekarang kalian ingin menangis, silahkan. Kalau mau teriak-teriak, silahkan. Kalau mau menenangkan diri dengan berlibur, ya silahkan. Asal akomodasi sudah siap. Jangan doa supaya mati dulu. Besok-besok kalau mantan minta balikan, kau nyesel minta dihidupkan lagi. Lha mbok pikir urip kui segampang iku?

Oke, selamat menyembuhkan luka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Suara Angin Lewat

Sesekali Dalam Sehari