Dua Tahun Berproses di LPM Mercusuar

   Salam,
   Minggu pagi waktu untuk bersantai. Saat ini, saya berhadapan dengan sebuah laptop, setelah sekian lama berkutat dengan tulisan lain. Saya ingin bersyukur, mengucapkan terima kasih yang dalam pada Tuhan. Untuk apa? untuk segala yang diberi tanpa saya meminta, untuk segala yang diberi melibihi harapan, untuk apapun yang hadir dalam hidup saya.

   Saya mencintai tulisan, begitu juga saya mencintai bacaan. Pada pers saya menaruh ketertarikan, 'ksatria bertinta' adalah nama yang saya hadiahkan pada jurnalis-jurnalis murni, yang mengabdikan dirinya untuk menulis dan pembaca yang menikmati tulisannya. Sebelum menjadi mahasiswa, sejak saya duduk di bangku SMP, mimpi menjadi wartawan pernah menggantung dua sentimeter di depan kening saya. Alasannya lucu, karena saya ingin bertemu Pedrosa, alasan lainnya pun begitu, karena saya ingin berkeliling dunia, tanpa saya tahu 'aturan menjadi jurnalis'. Anak muda dengan impian dan idealisme yang tergantung tinggi, sama sekali tidak memijakkan kaki di bumi. "Saya ingin menjadi jurnalis," saya katakan itu setelah membaca sebuah novel terbitan gagas media, judulnya 'Kisah Langit Merah' karangan Bubin Lantang. Saya ingat betul, novel yang saya pinjam dari seorang teman SMA pecinta sastra. Panjang cerita saya mengambil jurusan Ilmu Politik, murtad dari ilmu eksak. Saya katakan saya ingin menjadi wartawan desk Politik. Saat itu, saya sendiri tidak mengerti jelas artinya. Sepanjang pengetahuan saya, pekerjaan itu akan membuat saya terlihat keren. Dengan ID Card bertulis 'Pers', saya akan ditakuti oleh tikus-tikus berdasi. Singkat cerita, setelah menjadi mahasiswa, saya ditawarkan untuk bergabung dengan sebuah LPM oleh seorang teman, namanya Lukman, teman seperjuangan sekaligus sahabat yang baik. Saya diperkenalkan oleh seorang anak berkaca mata, namanya Fahri, aktivis kampus yang menaruh ketertarikan pula pada tulis menulis, kemudian dikenalkan lagi oleh Rizka dan beberapa lainnya.

   Saya pikir, saya akan mendapat pelatihan jurnalistik lebih lanjut, setelah sebelumnya saya mengambil mata kuliah dasar jurnalistik. Saya pikir, saya akan menghabiskan waktu dilapangan untuk berburu berita, ditemani senior-senior yang akan membimbing. Saya pikir, saya akan menghabiskan sepanjang waktu saya berada dalam sekretariat dan menuliskan berita, dikejar sebuah deadline dan mendapat teguran dari senior untuk bergegas. Saya pikir itu semua akan saya dapatkan ketika bergabung, tapi bukan. Tuhan memberi saya lebih dari itu. Sebuah organisasi yang vakum. Pers yang sempat mati bertahun-tahun. Fahri memberi penjelasan mengenai kondisi organisasi yang sebenarnya. Kami bertemu satu senior LPM Mercusuar, namanya mas bimbim. Dia mengamanahkan organisasi ini kepada kami. Tidak ada apapun di SC LPM Mercusuar. Tidak ada komputer tua yang menyimpan data dan arsip LPM, tidak ada lemari yang menyimpan arsip berupa hardfile terdahulu. Hanya ada 1 copy ADART LPM terdahulu. Kami benar-benar harus memulai lagi dari awal. Delapan orang untuk membangun sebuah organisasi dan membuatnya settle kembali. Semangat kami meluntur menyisakan lima orang, dan kemudian menyisakan tiga orang. Untuk membuatnya eksis, kami harus memproduksi buletin. Tiga orang itu adalah saya, Fahri, dan Rizka perdana. Kami menjadi jurnalis, fotografer, layouter, editor, dan mencetak buletin kami sendiri. Dengan berjalannya waktu kami menambah anggota, melakukan diskusi dan memperkuat keberadaan kami dengan banyak cara lainnya. Untuk mendapatkan pengakuan de jure maupun de facto. Saya sangat salut denga dua teman saya, Fahri dan Rizka Perdana. Meski kami berjalan perlahan, tapi progress untuk menjadi organisasi yang settle terus ada.

   Melewati berbagai proses, kami membuka open recruitment secara legal, melakukan upgrading dan mulai memproduksi buletin secara rutin. Sewajarnya dalam organisasi mahasiswa, hanya separuh dari total anggota yang aktiv berkontribusi membangun LPM. Tapi semangat teman-teman yang aktiv mengcover keseluruhan dari apa yang kami butuhkan untuk bangkit. Buletin telah terbit, kami memiliki lebih dari cukup anggota untuk menjadi pers yang produktiv, khalayak mengenal kami, mengakui keberadaan kami, memperhitungkan kami. Ini tidak pernah terbayangkan. Sebuah kepuasan yang tidak ternilai tumbuh dalam hati saya. Beberapa bulan lagi amanah yang saya emban sekian lama akan berakhir, semoga apa yang saya lakukan menjadi manfaat, khususnya bagi diri saya pribadi.

   Pada saat saya meminta Tuhan untuk sebuah pengalaman organisasi (diatas kertas), saya diberi pengalaman untuk membangkitkan organisasi. Saat saya meminta seorang senior pembimbing, Tuhan memberi saya teman-teman untuk belajar bersama, untuk memberi semangat satu sama lain, untuk berproses dan tumbuh bersama. Saat saya meminta sebuah sekretariat untuk menghabiskan waktu menuliskan berita, Tuhan memberi saya ruang-ruang terbuka untuk membebaskan pikiran dan berdiskusi bersama, sudut-sudut santai untuk mengenal teman-teman saya melalui pembicaraan yang renyah. Bukan hanya kemampuan menulis berita, bahkan pembelajaran menulis surat, bagaimana berhubungan dengan birokrasi kampus, dan penulis-penulis hebat untuk menggali ilmu. Satu yang tidak akan pernah mati adalah sahabat-sahabat seperjuangan dalam LPM. Organisasi ini tidak hanya melahirkan penulis berita, tapi membangun persahabatan. Semoga settlenya organisasi ini tidak antas melunturkan semangat adik-adik. Hidup Mahasiswa! Hidup Pers Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Suara Angin Lewat

Kebebasan Semu dan Kesepian yang Nyata