Adik Saya Bernama Tatub

Salam,
Saya menulis setelah menyelesaikan pekerjaan di rumah, ditemani susu coklat hangat dan puding labu yang saya buat kemarin. Bersantai sejenak. Kali ini saya akan menulis tentang kehidupan sebagai kakak perempuan dari adik laki-laki.

Saya memiliki adik laki-laki yang akan berusia 10 tahun pada awal Desember mendatang. Namanya Maschub, saya biasa memanggilnya Tatub atau Atub. Selama di rumah, saya kadang mempersiapkan segala keperluan sekolahnya. Mulai dari membangunkannya tidur, membuatkan sarapan, menata buku pelajaran, hingga memastikan alat-alat tulisnya layak digunakan.

Setiap kali, saya bangunkan Tatub jam 05.30, atau mungkin sebelumnya. Tatub harus ke kamar mandi lama untuk buang air besar sekaligus main air, jadi ketika membangunkannya, saya katakan, "Udah jam setengah tujuh, ayo bangun," hanya agar dia tidak telat. Kadang harus digendong sampai kamar mandi, kadang juga harus dicubit agar mau bangun. Saya jadi ingat saat ibu membangunkan saya sewaktu masih SD. Mungkin Tatub adalah Copy'an saya. Tatub harus selalu sarapan, untungnya dia tidak rewel soal apa yang dihidangkan. Hal yang membuat saya heran, setiap pagi saya tata bukunya, saya rapikan pensil dan penghapus, lalu setiap malam menjelang belajar, pensil-pensilnya raib, penghapusnya tinggal separuh, atau ikut raib juga, lalu sampul bukunya compang-camping, atau secara misterius hilang dan beberapa hari kemudian kembali di tas dalam kondisi mengenaskan. Anak lanang ibu satu-satunya itu selalu bikin gemes.

Akhir-akhir ini, anak-anak sekitar rumah saya lagi doyan-doyannya main jangkrik. Adik saya tidak ketinggalan. Sejauh ini, rumah saya bebas dari tikus-tikus berkat koleksi jangkrik Tatub. Tidak perlu repot ke sawah untuk mendengar suara jangkrik, di rumah saya (even at this time), suara jangkrik di mana-mana. Adik saya punya banyak koleksi jangkrik. Dia punya 4 set wadah jangkrik. Setiap hari teman-temannya datang melihat koleksi, atau mengadu suara jangkrik siapa paling kenceng. Baiknya, Tatub ini loman alias suka memberi. Jika ada teman yang tak punya jangkrik, akan dia beri dengan senang hati. Meski begitu, jangkriknya tak habis-habis. Tentu saja, setiap malam, sehabis sholat magrib, Tatub pergi dinas. Dia pemburu jangkrik yang handal. Dia tahu tempat-tempat mana yang pasti dihuni banyak jangkrik. Dari SMK N 3, Perumda, sampai Masjid Islamic Centre. Setiap malam dia kabur dengan Light Stick saya (T_T), dan setiap malam juga saya harus mencarinya ketika mendekati waktu belajar.

Dulu saya sempat mengeluh saat musim layangan. Setiap hari, sepulang sekolah, Tatub akan pergi dinas. Waktu itu, tempat dinasnya di sawah-sawah, atau dekat tambak. Setiap hari juga, saya harus belikan dia benang dan layangan di toko, di seberang rel kereta api. Kalau sedang sial, saya harus manjat pohon untuk mengambil layangannya yang tersangkut, atau layangan orang yang tersangkut. Citra yang saya bangun sebagai perempuan feminine hancur. (T_T) Ini juga sama seperti ketika musim ikan hias, atau musim kelereng, dan musim-musim mainan lainnya. Saya tidak pernah bisa mempertahankan citra saya sebagai perempuan yang bertaubat. :'

Kadang saya bersyukur bahwa Tatub lahir sebagai anak ketiga. Bayangkan saja jika Tatub lahir sebagai anak pertama, mungkin ibu akan memutuskan untuk punya satu anak saja. Sudah lelah. Setiap hari selalu ada celana robek (iya, robek!), baju kotor penuh lumpur, lantai kotor, rumah berantakan, mainan berserakan, dan pelakunya tak pernah ada di rumah untuk dimarahi. Cerdiknya, sekarang, kalau pakaiannya basah dan kotor, dia tak pulang ke rumah, melainkan ke rumah Bu de, karena dia tahu reaksi ibu kalau sedang marah. Cerdik sekali (Copy'an dari kakaknya T_T). Di rumah Bu de, dia akan dapat perlindungan dari Pak de. "Jarno talah, Ma. Wong arek lanang kok. Wes biasa arek lanang ngono iku," yang artinya 'biarkan saja. sudah biasa anak laki-laki seperti itu'. Sedih kan?

Bagaimanapun saya senang. adik saya tumbuh sebagaimana dia harus tumbuh. Memiliki kehidupan sosial yang baik (meski tak sedikit yang dia bikin geregetan), memiliki teman, dan mengenal lingkungan. Benar saja kata Pak de, sewajarnya anak-anak. Dia nakal, dan dia akan belajar dari kenakalannya. Kelak, sewaktu dia sudah remaja, mungkin akan saya ceritakan perbuatannya semasa kecil. Akan ada yang bisa dikenang dari masa kecil yang sesungguhnya. Permainan sewaktu kecil akan dirindukan, dan kenakalan masa itu akan ditertawakan seiring dengan tumbuhnya anak. Dia, adik kecil saya, akan segera tumbuh dewasa, meninggalkan masa kecilnya, dan suatu ketika menengok ke belakang, lalu tersenyum, betapa lucu dan nakalnya saat itu. Saya pun begitu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Suara Angin Lewat

Kebebasan Semu dan Kesepian yang Nyata