KKN : August's Memories

   Selamat malam,
   Lama sudah, saya tidak tahu ingin memulai menulis dari mana. Biar saya membagi sedikit. Sejujurnya malam ini terasa sedikit kosong, lantas teringat agustus yang baru saja berlalu. Hampir selalu, setiap sore suasana ramai. Teman-teman yang menjadi keluarga selama hampir satu bulan mempersiapkan untuk program mengajar. Anak-anak kecil berdatangan, mencium satu per satu tangan kami. Ada kehangatan dalam senyum teman-teman pengajar, ada kegembiraan dalam tawa adik-adik. Saya ... rindu. Menyanyikan lagu anak-anak, mereka dengan senyum yang riang ... manis. Untuk jam-jam selanjutnya, perjalanan malam ke kota. Entah apa yang sebenarnya kami cari. Udara malam menemani. Lagu-lagu yang diputar di mobil Dio dan Anthony ... kursi paling belakang untukku, Alfinda dan Wuri ... Daus dan Ayip, sesekali Nissa. Saya menjadi lebih hafal kota kelahiran saya dibandingkan sebelumnya.

   Saya ... merindukan balai desa itu, bukan, mungkin orang-orang itu, atau tepatnya masa-masa itu. Kami ... entah bagaimana menjadi seperti keluarga, dan balai desa itu menjadi 'Rumah'. Hari itu saya datang terlambat, perasaan canggung, malu dan bingung. Satu demi satu menjadi akrab, suasana mencair. Konflik kecil datang, perbedaan pendapat, sangat wajar. Semua berjalan alami, satu sama lain menguatkan. Setiap hari mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana karakter masing-masing penghuni 'rumah', pengetahuan bagaimana kehidupan masyarakat setempat, dan banyak yang bisa dipelajari. Mungkin jauh dari diskusi-diskusi dan segala macam aktivitas akademis di kampus. Tapi pelajaran tidak melulu datang-duduk-diam di kampus, tidak melulu dengan bahasa Indonesia yang sesuai EYD atau entah apa namanya. Tapi disana,ada setidaknya pelajaran murni mengenai kehidupan. Kentalnya tali persaudaraan masyarakat desa. Saya ingin membungkus itu semua. Ya ... semua.

   Rasanya masih hangat saat kami makan malam bersama-sama. Di depan dapur, mendengarkan lagu-lagu yang diputar Ayip, dan bernyanyi bersama. Gitar yang dimainkan Atiya, Yafi, bahkan Silmi. Sungguh masih hangat ... dan memang menghangatkan mengingatnya. Permainan kartu di meja sakral hingga larut, berlanjut pada cerita-cerita misteri sembari memandangi lampu jalan yang seringkali mati dan hidup lagi. Namun hari ini sepi, saya kembali sendiri menghabiskan malam. Tidak ada movie, permainan kartu, cerita misteri, perjalanan ke kota atau apapun ... tidak ada murid-murid
menggemaskan yang harus diajari. Memang semua harus kembali seperti semula. Itu tidak benar-benar berakhir. Mereka masih hangat seperti waktu itu. Saya ingin berterima kasih atas kesempatan itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Suara Angin Lewat

Kebebasan Semu dan Kesepian yang Nyata