Sebagian Yang Tertulis

   Sedari tadi mencoba menulis, tapi selalu gagal di kalimat pembuka. Bingung apa yang mau ditulis, apa yang mau disampaikan, apa yang mau dibagi. Ada banyak, tapi mana salah satunya. Ada banyak, tapi mana yang pantas dibagi. Ada banyak, tapi mana yang pantas dibaca.
   Apa itu sakit? sakit adalah melihat orang yang paling kau sayangi terluka tapi tak bisa berbuat apa-apa untuk menyembuhkannya. Sakit adalah tidak dapat melindungi orang yang ingin kau lindungi. Sakit adalah tidak bisa melihat senyumnya.
   Jika itu sakit, maka kata benci akan datang mengikuti. Aku membenci diriku sendiri karena tak bisa berguna. Jika aku membenci diriku sendiri karena tidak bisa membenci orang yang seharusnya kubenci. Dan mungkin tak seharusnya aku membenci, tapi tak seharusnya juga terluka melebihi luka yang kudapat sendiri.
   Aku bisa membagi sakitku. Bisakah? mungkin saja. Jika diantara teman bertanya "Kenapa?" maka jawaban "Tidak apa-apa" menjadi sangat wajar, namun jika itu sahabat, kamuflase seperti apapun seharusnya bisa menangkap kondisi yang sebenarnya. Kenyataan bahwa aku tidak cukup dewasa dan professional, mencampur adukkan satu hal dengan hal lainnya, aku tidak bisa mengelak. Aku bisa menjadi lebih diam, lebih hyper, marah tanpa sebab, melamun dan lain sebaginya, tapi disaat itu aku sadar kebenaran kata seorang sahabat "Bodoh jika membiarkanmu sendiri disaat seperti itu". Dia tahu aku bisa saja mengacuhkannya, dia tahu aku bisa saja memarahinya tanpa sebab, tapi dia tahu aku bisa saja menangis tanpa mau berkata apa-apa, dan dia tahu disaat itu aku butuh pundaknya untuk bersandar sementara. Percakapan yang mungkin muncul hanyalah kamuflase, tapi setidaknya ada beban yang sudah dibagi. Dia sering berkata, mungkin ada kunci atau celah untuk mengetahui kata inti yang menjadi sebab keanehan. Jika dia menariknya, mungkin ada benang penghubung. Bersyukurlah untuk karunia berupa sahabat yang seperti itu.
   Jika aku diam, dia akan tinggal dan menunggu sesuatu terucap. Jika aku marah, dia akan mendengarkan. Jika aku acuh, dia akan terus berbicara hingga aku meresponnya dengan marah. Jika aku bersikap aneh, dia akan menghentikan kekonyolan itu dan bertanya, "Ada apa?", dan jika menangis, dia akan duduk membelakangiku dan meminjamkan punggungnya untuk dijadikan tissue. Dan jika saja aku masih memiliki yang seperti itu... :')
   Jika dia diam, akupun akan duduk dan menunggu. Jika dia mengusir, aku hanya akan tinggal dan diam. Jika dia mulai marah, tidak ada yang bisa kulakukan tapi berkata, "Jika ada yang bisa dibagi, aku disini". Jika dia acuh, maka aku juga akan terus bertanya, mengatakan hal-hal tidak penting dan mengganggunya. Jika dia melamun, maka aku akan menjahilinya, berusaha menghidupkan suasana walau selalu berakhir freak. Jika dia menangis, sayangnya itu tidak pernah terjadi, mungkin aku hanya akan diam meminjamkan pundakku atau menepuk-nepuk pundaknya. Seringkali dia marah dan sesekali membentak, maka aku hanya akan menunjukkan wajah memelas dan meminta maaf, dan dia akan berkata "Sudahlah", dan kemudian aku akan bertanya "Kenapa?", dan kami tahu tidak seharusnya meninggalkan sahabat sendirian dalam kondisi seperti itu, sendiri hanya membiarkan dia memikirkan hal-hal negative yang tidak perlu dipikirkan. Dimasa yang akan datang, semoga ada persahabatan yang seperti itu. Semoga tidak ada kata sakit atau benci. Semoga...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Sesekali Dalam Sehari

Suara Angin Lewat