Bekal

Salam,

Sejak pagi tadi  saya berpikir bahwa nanti selepas kerja, saya hanya ingin sendirian di dalam kamar, mengunci diri, dan rebah. Lelah? Iya, tapi bukan karena itu. Feeling blue. Saya sendiri tidak tahu sebabnya.
Sore tadi, PhututEA memposting di akun instagramnya soal makanan yang dibawa oleh Ibunya ketika berkunjung ke kediaman Phutut. Tanpa sadar, otak saya memanggil kembali segala kenangan semasa kuliah, semasa Ibu masih ada dan sehat.

Hampir selalu ketika saya akan kembali ke kos, Ibu sengaja tidak berjualan. Beliau memasak lauk untuk saya bawa ke kos dsn dibagi dengan teman-teman. Dan yang tidak pernah lupa adalah sambel dan snack. Ibu tahu saya doyan makanan pedas, tidak doyan makan nasi tapi suka sekali jajan. Maka dari itu, segala jajan yang saya sukai, dibeli di pasar, dibungkus, dan ditaruh di tas saya. Kadang juga, kalau ibu sedang sibuk, says dibawakan bekal sosis dan ayam goreng beserta sambal. Sama seperti Phutut, saya dulu selalu mikir bahwa kenapa tidak disuruh saja membeli di Surabaya? Membawa bekal dari rumah tentu lebih riweuh, dan saya tidak suka kesana-kemari membawa banyak bawaan di tas. Meski begitu tetap saya bawa.
Belakangan, setelah jadi mahasiswa sok sibuk dan sangat jarang pulang kampung, saya rindu masakan Ibu. Saya ingat di hari jumat, ketika esok harinya saya akan pulang ke rumah, saya menelepon Ibu dan meminta dibuatkan ‘tempe goreng godog', di tempat kalian mungkin menyebutnya dengan tempe bacem. Saya pesan untuk dimasakkan itu. Begitu sampai di rumah, jam makan siang, saya langsung membuka wajan. Masakan pesanan saya baru matang. Jika sedang selera, saya bisa makan begitu banyak. Ketika hendak mengambil nasi untuk ketiga kalinya, Ibu melarang. Takut kalau saya kekenyangan dan justru tidak habis. “Mending nanti makan lagi,” begitu Ibu berkata.

Ibu saya biasa menyiapkan lauk-pauk, jajan, dan bahkan irisan buah untuk anak-anaknya yang akan kembali merantau. Sekarang, Ibu sudah tidak menyiapkan lagi. Mungkin sudah tahu bahwa saya sudah besar, sudah tidak waktunya diurus melainkan mengurus. Gantian mengurus adik saya. Saya akan selamanya berterima kasih pada Ibu untuk segala hal yang dia lakukan pada saya.

Ketika ibu di rumah sakit, saya gantian yang menyiapkan bekal untuk ibu. Beliau selalu minta dibawakan irisan apel yang dingin dan pepaya. Hampir setiap hari setelah pulang kerja, saya pergi ke toko buah untuk membeli dua jenis itu, mengupasnya di rumah, lalu pergi ke rumah sakit. Betapa senangnya Ibu saya ketika saya datang membawa buah. Pasalnya, dokter membatasi air minum Ibu dan beliau selalu merasa haus. Maka kedatangan saya membawa buah adalah kebahagiaan tersendiri bagi Ibu.

Kamis, 15 Maret 2018, Ibu hendak dibawa ke Jombang untuk berobat. Saya mengupas pepaya california dan memasukkannya ke kotak bekal Ibu. Itu terakhir kalinya saya menyiapkan bekal Ibu. Terakhir kalinya saya mencium tangan Ibu.

“Bu, aku mencintaimu selamanya. Setiap hari dalam hidupku tanpa jeda.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Stasiun

Sesekali Dalam Sehari

Suara Angin Lewat