Catatan Lepas Perkopian Malam
Sambil ngantuk semalam, saya mencoba menulis catatan sebelum tidur. Begini...
Hari ini kami, aku dan beberapa temanku, merayakan ulang
tahun salah satu dari kami. Pesta yang agak terlambat sejujurnya. Usianya 29tahun
sekarang, sama sepertiku. Aku baru sadar bahwa ini adalah tahun terakhir aku
menikmati masa 20an. Ketika SMA aku pernah menjawab suatu pertanyaan tentang
pernikahan, bahwa aku ingin menikah di akhir usia 20an saja, di tengah hampir semua teman yang ingin menikah muda. Aku tidak tahu mengapa kubilang di akhir usia 20an kala itu. Mungkin hanya ingin memperlebar gap dan membuatnya tidak terlalu cepat dari teman-teman. Pikiranku soal konsep pernikahan yang ideal belum terbentuk kala itu, sehingga tidak memiliki harapan apa-apa, selain ketakutan bahwa nanti aku akan berhadapan seumur hidup dengan orang dan menghabiskan waktu yang amat panjang bersamanya.
Kembali pada usia 29 tadi. Sejujurnya, apakah aku berencana menikah tahun ini?
Jawabannya adalah tidak tahu dan sepertinya tidak. Pertama,
aku putus dengan mantanku akhir tahun lalu dan belum berpacaran atau memutuskan
untuk dekat kembali dengan orang lain. Kedua, aku masih belum memutuskan untuk
menikah atau tidak. Membicarakan tentang pernikahan bagi sebagian orang
barangkali menyenangkan, tapi bagiku agak mengerikan.
Lalu, kembali pada ucapanku terdahulu, bahkan sampai detik ini aku belum menemukan orang yang membuatku ingin hidup bersama dengan dia, menghabiskan seluruh waktuku untuk ngobrol dengannya. Apabila hal di atas tak kunjung mungkin, maka setidaknya menemukan pasangan yang bisa untuk diajak ngobrol mungkin akan menyelamatkan.
Sejujurnya, aku pernah terpikir untuk tak menikah, dan teman-temanku pasti tahu itu. Sekarang? Aku merasa aku tumbuh semakin tua dan telah melewati batas usia yang telah kurencanakan untuk hidup. Tidak pernah sepanjang hidupku merencanakan akan menjalani hidup melebihi batas 27 tahun. Bayangkanku akan mati muda tanpa melihat versi tua diriku yang tak keren adalah apa yang kurencanakan sebelum-sebelumnya. Tentu saja bukan karena bunuh diri. Untuk itu semua, karena aku telah melewati masa-masa yang kurencanakan dan melanjutkan hidup yang semakin hari semakin mirip sisifus ini, maka aku butuh partner untuk membagi banyak hal dalam diriku. Meski mengerikan membayangkan akan hidup bersama dengan orang asing seumur hidup tanpa bisa lepas, tapi bayangan mati sendirian dan kesepian juga tak kalah menyakitkan. Aku tak mau itu.
Aku, hingga saat ini, masih menimbang mana yang akan kukorbankan. Atau barangkali, sembari menjalani hidup, kubiarkan saja itu mengalir tanpa memiliki keinginan atau tujuan. Entah nanti akan menikah atau tidak, entah akan bisa terus bercokol membicarakan urusan publik atau nanti kesenanganku akan bergeser, kubiarkan saja semuanya. Hidup yang terlalu banyak keinginan toh tidak membuatnya lebih baik untuk dijalani. Jadi, akan kubiarkan saja.
Komentar
Posting Komentar