Aksi Sore Mahasiswa Untuk Palestina
Sore ini, minggu 13
juli 2014 secara tidak sengaja saya menjumpai kawan-kawan mahasiswa, gabungan
dari beberapa Ormek melakukan aksi peduli Palestina, diawali dari bundaran
adipura dan berlanjut di depan kantor pemerintah kabupaten Bojonegoro. Aksi
tersebut merupakan gabungan dari kawan-kawan HMI, PMII, GMNI, IMM, OI, dan
beberapa Ormek lainnya. Sayang sekali tidak mengikuti jalannya aksi sejak awal.
Di akhir aksi, terdapat acara sholat ghaib dan saya sempat mengikuti dzikir
untuk saudara-saudara di Gaza, Palestina. It was quite impressive, saya berniat
hanya mengajak kenalan beberapa mahasiswa aksi yang berada di bawah bendera
organisasi yang sama namun kemudian diajak mengikuti runtutan acara
selanjutnya, meskipun itu acara paling akhir yakni dzikir. Tadi merupakan aksi di
jalan pertama yang saya lakukan.
Tidak terlalu banyak
yang saya ketahui mengenai aksi peduli palestina yang dilakukan kawan-kawan
mahasiswa di Bojonegoro. Selain karena tidak mengikuti dari awal acara, saya
juga tidak menangkap secara jelas apa output yang diinginkan selain menarik
simpati orang-orang yang melintasi daerah aksi tersebut. Apakah aksi tersebut
hanya ditujukan untuk menarik simpati masyarakat ataukah ada output lain yang
diinginkan dari aksi tersebut, kesalahan saya adalah tidak menanyakannya. Namun
yang dapat saya simpulkan secara pribadi adalah, aksi tersebut merupakan ajang
eksistensi Organisasi. Dimana-mana, saya hanya melihat bendera masing-masing
ormek. Tidak ada selebaran berisikan pemikiran-pemikiran yang dapat mempersuasi
masyarakat untuk ikut dalam aksi atau setidaknya membuat masyarakat peduli. Entah
saya yang tidak mendapatkan selebaran atau memang tidak ada. Ini terkesan
seperti kampanye partai, dan bukan demontrasi mahasiswa, terlebih ketika
diamati lebih dekat, ada sekat antara PMII, HMI, GMNI dan ormek-ormek lainnya,
tidak melebur seperti apa yang ditujukan. Jika melihat dari durasi waktu, saya
perkirakan aksi tersebut hanya berlangsung 1 jam, bahkan mungkin kurang,
sehingga dengan waktu yang sedemikian singkatnya, saya rasa akan sulit untuk
membuat aksi yang lebih massive. Saya ikut bernyanyi ketika komando aksi
memimpin untuk menyanyikan lagu darah juang, namun sayangnya tidak serentak
dikarenakan banyak dari peserta aksi yang tidak hafal. Saya dapat mendengarnya
dengan jelas. Kemudian yang sangat saya sayangkan adalah esensi dari aksi yang
dilakukan tersebut bukan hanya tidak tersampaikan kepada masyarakat, mungkin
juga beberapa peserta. Saya melihat beberapa justru lebih fokus ‘selfie’
daripada mendengarkan orasi, bahkan jika boleh saya berkomentar, orasi yang
disampaikan tidak mendalam. Tidak kata-kata maupun cara menyampaikan, apakah
ini dipengaruhi oleh faktor sedang puasa atau yang lainnya. Bagi saya baik
sampaian maupun cara penyampaian sangat berpengaruh. Saya sendiri pernah
terkesima ketika dulu, teman saya berkata “Hidup mahasiswa!” dengan nada penuh
semangat dan penghayatan. Dia mengawali salam tersebut dengan “Sambut salam saya,
salam perjuangan mahasiswa” dan dengan sangat jujur saya akui, saya seperti
berada pada moment dimana mahasiswa era 60’an bersatu padu dengan semangat
tanpa tendensi selain untuk melengserkan pemerintahan yang tidak lagi
dipercaya. Namun tidak saya jumpai disini, pada aksi sore ini. Selepas acara,
yang paling saya sayangkan adalah banyak dari mahasiswa peserta aksi justru
tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Beberapa terus berkendara ketika lampu
merah, tidak mengenakan helm, dan membunyikan klakson tidak sesuai fungsi. Apakah
ini merupakan cerminan kaum terpelajar? Saya harap itu tidak lagi terjadi. Kita
merupakan cerminan dan harapan bangsa, sehingga perlu untuk menjaga sikap. Bukan
saja menghargai pengguna jalan lainnya, lebih untuk menghargai diri sendiri.
Ini pertama kalinya
saya ikut aksi dan turun ke jalan. Saya tidak tahu bagaimana aksi seharusnya,
namun ketika saya melihat film “Soe Hok Gie”, saya ingin sekali melakukannya,
bertukar pikiran dan pengalaman dengan banyak mahasiswa lainnya, melakukan
koreksi kepada pemerintah dan memperjuangkan hal yang sama, sebagai pemenuhan
kewajiban sosial sebagai mahasiswa, dan juga rakyat Indonesia. Memang pada
dasarnya, turun ke jalan bukanlah satu hal yang saya mampu. Saya memang lebih ke
arah tulisan. Tapi untuk menjiwai tulisan, saya rasa turun ke jalan adalah hal
yang bagus. Tulisan ini hanya sekedar untuk koreksi, kurang lebihnya saya mohon
maaf apabila ada kesalahan dan ketidak sepahaman melihat sesuatu. Semoga ini
dilihat untuk melakukan perbaikan dalam melakukan aksi kedepannya.
Komentar
Posting Komentar